Jumat, 01 Maret 2013

SEJARAH SINGKAT KKSS

SEJARAH SINGKAT KKSS

BPP – KKSS dideklarasikan,
12 November 1976
di Hotel Marannu Jakarta.
Tokoh – tokoh penggagasnya adalah :
Manai Sophiaan, Haji M. Asaad,
Prof. Nurdin Shahadat, Andi Baso Amir,
Letkol. Pol. Andi Oddek,
Brigjen TNI ( Purn ) Andi Sose,
Drs. Ahmad Nurhani, Ny. P.B. Saehu,
Ny. S. Rabinah, Z.A. Saleh Tompo,
SH, Mayjen Abd. Azis Bustam,
Moh. Saleh Djindang, A. Z. Arifin
Amrullah, Baharuddin Lopa,
M. Yusuf Setya, Drs. A. Sellang,
A. Azis Daeng Massikki, Brigjen Abd. Malik,
Basoman Nur DG. Mattawang,
H. Massiara Daeng Rapi, Yusuf Mallombassang,
Asrul Azis Taba,
M. Arsyad, A. B. Masseleng,
Agus Sjahadat, M. Sanoesi



PENGURUS BPP – KKSS

PENGURUS PERIODE PERTAMA
BPP – KKSS Tahun
1976 – 1979 adalah :
Ketua Umum :
Mayjen TNI Azis Bustam
Sekretaris Jenderal :
Z. A. Saleh Tompo
Bendahara:
Drs. Asrul Azis Taba.

PENGURUS PERIODE SEKARANG

Tahun 2009 – 2014 adalah
Ketua Umum:
H. Abdul Rivai
Sekretaris Jenderal:
H. Muchlis Patahna
Bendahara:
H. Indra Kusuma Jakile


ANGGARAN DASAR

ANGGARAN DASAR
KERUKUNAN KELUARGA SULAWESI SELATAN


BAB 1
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dengan Ketentuan Umum :
1.    KKSS adalah : Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.
2.    BPP adalah : Badan Pengurus Pusat.
3.    BPW adalah : Badan Pengurus Wilayah.
4.    BPD adalah : Badan Pengurus Daerah
5.    BPC adalah : Badan Pengurus Cabang
6.    BPCLN adalah : Badan Pengurus Cabang Luar Negeri.
7.    AD / ART adalah : Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
8.    MUBES adalah : Musyawarah Besar
9.    MUKERNAS adalah : Musyawarah Kerja Nasional.
10.    MUSWIL adalah : Musyawarah Wilayah
11.    MUKERWIL adalah : Musyawarah Kerja Wilayah
12.    MUSDA adalah : Musyawarah Daerah
13.    MUKERDA adalah : Musyawarah Kerja Daerah
14.    MUSCAB adalah : Musyawarah Cabang
15.    MUKERCAB adalah : Musyawarah Kerja Cabang
16.    MUSCAB LN adalah : Musyawarah Cabang Luar Negeri
17.    MUKERCAB LN adalah : Musyawarah Kerja Cabang Luar Negeri



BAB II
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 2
Nama

Organisasi ini bernama Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, disingkat KKSS.


Pasal 3
Waktu didirikan

KKSS didirikan di Jakarta, pada tanggal 12 November 1976 untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.

Pasal 4
Tempat Kedudukan

1.    BPP KKSS berkedudukan di Ibu Kota Negara
2.    BPW KKSS berkedudukan di Ibu Kota Propinsi
3.    BPD KKSS berkedudukan di Ibu Kota Kabupaten / Kota
4.    BPC KKSS berkedudukan di Ibu Kota Kecamatan
5.    BPCLN KKSS berkedudukan di Kota – Kota Luar Negeri

BAB III
AZAS, SIFAT, DAN TUJUAN

Pasal 5
Azas

KKSS berazaskan Pancasila

Pasal 6
Sifat

KKSS adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang bersifat kekeluargaan yang tidak berafiliasi dengan organisasi sosial politik maupun organisasi kemasyarakatan lainnya.

Pasal 7
Tujuan

Organisasi ini bertujuan :
1.    Menciptakan hubungan kekeluargaan, persaudaraan, kebersamaan, dan harmonisasi serta mempererat kerja sama di antara anggota – anggota dan masyarakat di manapun dia berada.
2.    Memelihara dan mengembangkan nilai – nilai budaya daerah Sulawesi Selatan dan nilai – nilai budaya di mana warga KKSS berdomisili ( akulturasi ) yang merupakan bagian dari budaya Nasional
3.    Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
4.    Menanamkan motivasi akan makna keberadaan dan pengabdian anggota KKSS di mana saja, sebagai insan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional.
5.    Menggalang potensi untuk memberi kontribusi pada pembangunan daerah Sulawesi Selatan khususnya dan Pembangunan Nasional pada Umumnya


BAB IV
Lambang dan Atribut

Pasal 8

1.    Lambang organisasi dengan ciri – cirri pokok :
a.    Perahu Pinisi
b.    Padi dan Kapas
c.    Lambang segi lima
d.    Huruf KKSS
e.    Bintang di ujung atas padi dan kapas
f.    Cincin di ujung bawah padi dan kapas
g.    Garis merah dan putih

2.    Ketentuan mengenai lambang dan atribut diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga KKSS

BAB V
KEANGGOTAAN

Pasal 9

Anggota Organisasi ini terdiri dari :
1.    Anggota Biasa
2.    Anggota Luar Biasa
3.    Anggota Kehormatan ( To Sulessana )


BAB VI
STRUKTUR, PERANGKAT, DAN PENDUKUNG ORGANISASI


Pasal 10
Struktur Organisasi

Struktur Organisasi ini terdiri dari :
1.    Badan Pengurus Pusat
2.    Badan Pengurus Wilayah
3.    Badan Pengurus Daerah
4.    Badan Pengurus Cabang
5.    Badan Pengurus Cabang Luar Negeri

Pasal 11
Perangkat Organisasi

1.    Perangkat Organisasi Tingkat Pusat, Tingkat Wilayah, Tingkat Daerah, Tingkat Cabang serta Tingkat Cabang Luar Negeri terdiri dari :
a.    Dewan Pendiri
b.    Dewan Kehormatan
c.    Dewan Penyantun
d.    Dewan Penasehat
e.    Dewan Pembina
f.    Dewan Pakar
g.    Badan Pengurus Pusat / Wilayah / Daerah / Cabang / Cabang LN
2.    Dewan Pendiri dan Dewan Penyantun hanya berlaku untuk Pengurus Pusat
3.    Dewan Kehormatan, Dewan Penasehat, Dewan Pembina dan Dewan Pakar berlaku untuk Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang LN sesuai kebutuhan masing – masing


Pasal 12
Lembaga / Badan Otonom

1.    Lembaga Otonom adalah organisasi dalam lingkungan KKSS yang dibentuk berdasarkan profesi, hobi, kebudayaan dan seni.
2.    Badan Otonom adalah organisasi dalam lingkungan KKSS yang dibentuk bedasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan.
3.    Pengurus Pusat, Wilayah maupun Daerah dapat membentuk Lembaga / Badan Otonom di lingkungan wilayah / Daerah masing – masing sesuai kebutuhan organisasi.
4.    AD / ART Lembaga / Badan Otonom tidak boleh bertentangan dengan AD / ART KKSS.

5.    Pengurus Lembaga / Badan Otonom dikukuhkan dan dilantik oleh :
a.    BPP KKSS Untuk Tingkat Pusat.
b.    BPW KKSS Untuk Tingkat Propinsi.
c.    BPD KKSS Untuk Tingkat Kabupaten / Kota.
d.    BPC KKSS Untuk Tingkat Kecamatan.


Pasal 13
Organisasi Pilar KKSS

1.    Organisasi Pilar adalah kerukunan keluarga dalam lingkungan KKSS yang dibentuk berdasarkan Kabupaten / Kota yang ada di wilayah Sulawesi Selatan.
2.    Organisasi Pilar memiliki AD / ART sendiri yang tidak boleh bertentangan dengan AD / ART KKSS.
3.    Pengurus Organisasi Pilar dikukuhkan dan dilantik oleh :
a.    BPP KKSS Untuk Tingkat Pusat.
b.    BPW KKSS Untuk Tingkat Propinsi.
c.    BPD KKSS Untuk Tingkat Kabupaten / Kota
d.    BPC KKSS Untuk Tingkat Kecamatan.


BAB VII
MUSYAWARAH DAN RAPAT

Pasal 14

1.    Musyawarah terdiri dari :
a.    Musyawarah Besar.
b.    Musyawarah Kerja Nasional.
c.    Musyawarah Wilayah.
d.    Musyawarah Kerja Wilayah.
e.    Musyawarah Daerah.
f.    Musyawarah Kerja Daerah.
g.    Musyawarah Cabang.
h.    Musyawarah Kerja Cabang.
i.    Musyawarah Cabang Luar Negeri.
j.    Musyawarah Kerja Cabang LN.

2.    Rapat Terdiri dari :
a.    Rapat Pleno
b.    Rapat Pengurus Harian.
c.    Rapat Departemen.
d.    Rapat Kepanitian.
e.    Rapat Koordinator.
f.    Rapat Khusus.


BAB VIII
KEUANGAN DAN KEPEMILIKAN

Pasal 15

1.    Keuangan organisasi diperoleh dari iuran anggota, sumbangan yang sah, halal dan tidak mengikat, dan usaha lain yang tidak bertentangan dengan azas, sifat dan tujuan organisasi.
2.    Harta milik organisasi diperoleh dari jual beli, wakaf, hibah, sumbangan dan peralihan hak lainnya.
3.    Pengelolaan keuangan dan hak milik organisasi bukan uang, dilakukan oleh pengurus pada tingkat kepengurusan masing - masing.


BAB IX
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR / ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 16


Perubahan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga dilakukan dan dinyatakan sah melalui mekanisme Musyawarah Besar.



BAB X
PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 17


Pembubaran organisasi hanya dapat dilaksanakan oleh Musyawarah Besar Luar Biasa yang dilakukan khusus untuk itu dan dihadiri sekurang – kurangnya ¾ dari jumlah Wilayah / Daerah yang sah serta disetujui ¾ peserta yang hadir.

BAB XI
PENUTUP

Pasal 18


Hal – hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dan dijabarkan ddalam Anggaran Rumah Tangga. Anggaran Dasar ini berlaku sejak ditetapkan.
:    as
 Pada tanggal    :     27 September 2009

ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA
KERUKUNAN KELUARGA SULAWESI SELATAN

BAB I
LAMBANG DAN ATRIBUT

Pasal 1
Lambang

Lambang KKSS berbentuk Perahu Pinisi yang dilingkari sebelah kanan setangkai padi dan disebelah kiri setangkai kapas, di ujung atas padi dan kappa terdapat bintang sedang di ujung bawah tangkai padi dan kapas terdapat cincin, selanjutnya di bagian luar terdapat 5 ( lima ) garis merah dan putih.
Penjelasan arti dari lambang tersebut adalah :
1.    Gambar segi lima melambangkan Pancasila.
2.    Gambar padi melambangkan kemakmuran.
3.    Gambar kapas melambangkan kesejahteraan.
4.    Perahu Pinisi melambangkan ketangguhan, keberanian, kecerdasan, etika dan moral, pemersatu dan semangat  pelaut Sulawesi Selatan.
5.    Kata KKSS adalah singkatan dari Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan melambangkan jati diri anggota KKSS.
6.    Garis Merah dan Putih melambangkan Bendera Merah Putih.
7.    Bintang melambangkan Cita – cita
8.    Cincin melambangkan persatuan dan kesatuan.

Pasal 2
Atribut

1.    Bentuk bendera dengan warna dasar putih di dalamnya tercantum lambang KKSS.
2.    Bentuk lencana terbuat dari bahan logam atau bahan lainnya berwarna kuning keemasan.
3.    Stempel organisasi yang dilengkapi lambang KKSS.
4.    Kop surat, map dan lain – lain dilengkapi lambang KKSS.
5.    Mars KKSS sesuai yang telah ditetapkan oleh BPP KKSS.


BAB II
KEANGGOTAAN

Pasal 3
Anggota

1.    Anggota Biasa adalah :
a.    Warga Negara Republik Indonesia dan Warga Negara asing asal keturunan Sulawesi Selatan.
b.    Istri / Suami / anak dari Warga Negara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing asal dan keturunan Sulawesi Selatan termasuk putra putrinya.
2.    Anggota Luar Biasa adalah Warga Negara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing yang bersimpati pada budaya Sulawesi Selatan dan / atau pernah berdomisili di Sulawesi Selatan dan menyatakan ingin menjadi anggota KKSS.
3.    Anggota Kehormatan adalah orang yang memiliki kearifan dan dipandang layak karena jasa dan pengabdiannya pada organisasi KKSS dan kemajuan pembangunan Sulawesi Selatan.
4.    Anggota Biasa, Anggota Luar, Biasa dan Anggota Kehormatan harus berdomisili di luar Sulawesi Selatan.

Pasal 4
Syarat – Syarat Keanggotaan

1.    Warga Negara Indonesia ( WNI ) dan Warga Negara Asing ( WNA ).
2.    Berasal dan keturunan Sulawesi Selatan, bersimpati, dan atau berjasa pada organisasi / warga KKSS dan pembangunan Sulawesi Selatan.
3.    Menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KKSS.
4.    Sanggup Mentaati dan melaksanakan semua keputusan dan peraturan organisasi.

Pasal 5
Kewajiban Anggota


Anggota Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan berkewajiban :
1.    Memiliki keterikatan secara moral serta menjunjung tinggi nama baik, tujuan dan kehormatan organisasi.
2.    Menunjukkan kesetiaan kepada organisasi.
3.    Tunduk dan patuh terhadap Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan dan Keputusan Organisasi Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.
4.    Mendukung dan mensukseskan seluruh pelaksanaan program organisasi.



Pasal 6
Hak Anggota

Anggota Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan berhak :
1.    Memperoleh perlakuan yang sama dari organisasi.
2.    Memperoleh pelayanan, pembelaan, pendidikan dan bimbingan dari organisasi.
3.    Menghadiri rapat, mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, memberikan usul dan saran bersifat membangun.
4.    Khusus Anggota Biasa berhak memilih dan dipilih menjadi pengurus untuk kepentingan organisasi.
5.    Membela diri terhadap keputusan organisasi.

Pasal 7
Berhenti dari Keanggotaan

1.    Anggota Biasa dan Anggota Kehormatan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan berhenti keanggotaan karena :
a.    Meninggal dunia.
b.    Atas permintaan sendiri.
c.    Diberhentikan karena sebab – sebab tertentu.
d.    Kembali berdomoisili di Sulawesi Selatan.
2.    Seseorang berhenti dari keanggotaan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Badan Pengurus, atau dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh sekurang – kurangnya 2 ( dua ) orang Pengurus.
3.    Surat keputusan pemberhentian anggota dikeluarkan oleh Badan Pengurus tempat domisili yang bersangkutan.





Pasal 8
Pemberhentian Anggota

1.    Anggota Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan dapat diberhentikan sementara atau tetap apabila :
a.    Dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota
b.    Melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik organisasi baik ditinjau dari segi peraturan perundang-undangan maupun keputusan dan peraturan organisasi.
2.    Sebelum diberhentikan sementara, anggota yang bersangkutan diberi peringatan tertulis oleh Badan Pengurus di mana dia berdomisili dari hasil Rapat Pleno Badan Pengurus yang khusus diadakan untuk itu.
3.    Apabila dalam waktu 15 (lima belas) hari peringatan itu tidak diindahkan maka Badan Pengurus dapat memberhentikan sementara secara tertulis selama jangka waktu 1 (satu) bulan.
4.    Apabila dalam waktu pemberhentian sementara anggota yang bersangkutan tidak memperbaiki sikap dan tingkah lakunya, maka dilakukan pemberhentian tetap dan kepadanya diberikan surat keputusan pemberhentian oleh Badan pengurus di mana dia berdomisili.
5.    Anggota yang diberhentikan karena sebab tertentu dapat membela diri atau naik banding kepada Badan Pengurus setingkat lebih tinggi di atasnya. Badan Pengurus mengadakan rapat pleno khusus untuk itu dan mengambil keputusan atas permintaan banding paling lama 1 (satu) bulan setelah permintaan banding tersebut.
6.    dalam keadaan tertentu BPP dapat melakukan pemberhentian karena sebab tertentu terhadap seseorang anggota melalui rapat pleno BPP. Surat pemberhentian itu dikirim kepada yang bersangkutan dan tembusannya kepada Badan Pengurus di mana dia berdomisili.

BAB III
SUSUNAN PIMPINAN ORGANISASI






Pasal 9
Badan Pengurus Pusat

1.    Badan Pengurus Pusat adalah pimpinan yang menerima amanat MUBES sebagai pemimpin dan pemegang tanggung jawab tertinggi organisasi baik ke dalam maupun ke luar.
2.    Badan Pengurus Pusat terdiri dari :
a.    Ketua Umum.
b.    Beberapa Wakil Ketua Umum.
c.    Beberapa Orang Ketua.
d.    Sekretaris Jenderal.
e.    Beberapa Wakil Sekretaris Jenderal.
f.    Bendahara Umum.
g.    Beberapa Wakil Bendahara.
h.    Departemen –  Departemen.

Pasal 10
Badan Pengurus Wilayah

1.    Badan Pengurus Wilayah (BPW) adalah pimpinan yang menerima amanat Musyawarah Wilayah untuk memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi di tingkat provinsi baik ke dalam maupun ke luar.



2.    BPW terdiri dari :
a.    Ketua
b.    Beberapa Wakil Ketua
c.    Sekretaris.
d.    Beberapa Wakil Sekretaris.
e.    Bendahara.
f.    Beberapa Wakil Bendahara.
g.    Departemen – Departemen.
3.    Badan Pengurus Wilayah dapat dibentuk di tingkat Provinsi atau Daerah Istimewa di mana telah berdiri paling sedikit 3 (tiga) BPD.

Pasal 11
Badan Pengurus Daerah

1.    Badan Pengurus Daerah adalah pimpinan yang menerima amanat Musyawarah Daerah untuk memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi di tingkat Daerah baik ke dalam maupun ke luar.
2.    Badan Pengurus Daerah dapat dibentuk di tingkat Kabupaten / Kota.
3.    Badan Pengurus Daerah terdiri dari :
a.    Ketua.
b.    Beberapa Wakil Ketua.
c.    Sekretaris.
d.    Beberapa Wakil Sekretaris.
e.    Bendahara.
f.    Beberapa Wakil Bendahara.
g.    Departemen – Departemen.

Pasal 12
Badan Pengurus Cabang

1.    Badan Pengurus Cabang ( BPC ) adalah pimpinan yang menerima amanat Musyawarah Cabang untuk memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi di tingkat cabang baik ke dalam maupun ke luar.
2.    Badan Pengurus Cabang dapat dibentuk di tingkat Kecamatan.
3.    BPC terdiri dari :
a.    Ketua.
b.    Beberapa Wakil Ketua.
c.    Sekretaris.
d.    Beberapa Wakil Sekretaris.
e.    Bendahara.
f.    Beberapa Wakil Bendahara.
g.    Departemen – Departemen.

Pasal 13
Jenis – Jenis Departemen

Departemen pada Badan Pengurus Pusat terdiri dari :
a.    Departemen Pengembangan Organisasi dan Keanggotaan.
b.    Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia.
c.    Departemen Penggalian Sumber Dana
d.    Departemen Sosial dan Tanggap Bencana.
e.    Departemen Pengembangan Usaha.
f.    Departemen Informasi Teknologi.
g.    Departemen Hukum dan HAM.
h.    Departemen Pemberdayaan Perempuan.
i.    Departemen Seni Budaya dan Pariwisata.
j.    Departemen Pemuda dan Olah raga.
k.    Departemen Kerohanian.
l.    Departemen Hubungan Kelembagaan dan Humas
m.    Departemen di tingkat BPW, BPD, BPC dan BPCLN disesuaikan dengan kebutuhan.


BAB IV
MASA KEPENGURUSAN

Pasal 14

Badan Pengurus Pusat, Badan Pengurus Wilayah, Badan Pengurus Daerah, Badan Pengurus Cabang dan Badan Pengurus Cabang Luar Negeri dipilih untuk masa kepengurusan 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih kembali, kecuali untuk jabatan Ketua Umum hanya dapat dipilih untuk 2 (dua) kali masa kepengurusan.


BAB V
SYARAT – SYARAT MENJADI PENGURUS

Pasal 15

Seorang Anggota Biasa KKSS dapat dipilih menjadi Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Luar Negeri adalah:
a.    Warga Negara Indonesia yang berasal dari Sulawesi Selatan.
b.    Berakhlak baik, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.
c.    Mampu dan aktif menjalankan organisasi.





BAB VI
KEWAJIBAN PENGURUS

Pasal 16


BPP, BPW, BPD, BPC, dan BPCLN berkewajiban :
1.    Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Keputusan MUBES, Keputusan MUSWIL, Keputusan MUSDA, Keputusan MUSCAB dan Peraturan Organisasi.
2.    Melaksanakan MUBES, MUSWIL, MUSDA dan MUSCAB.
3.    Memberikan pertanggung jawabkan kepada MUBES, MUSWIL, MUSDA dan MUSCAB.
4.    Menentukan kebijaksanaan umum sesuai AD / ART untuk menjalankan organisasi.
5.    Memberikan perlindungan hukum dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.
6.    Menjaga dan menjunjung tinggi nama baik organisasi.
7.    Memperhatikan saran – saran Dewan Kehormatan, Dewan Penyantun, Dewan Penasehat, Dewan Pembina dan Dewan Pakar.

BAB VII
PEMBEKUAN PENGURUS

Pasal 17

BPP dapat membekukan BPW dan BPD apabila :
1.    Pembekuan tersebut didasarkan atas Keputusan Rapat Pengurus Harian BPP.
2.    Alasan pembekuan harus benar – benar kuat, baik ditinjau dari segi Undang – undang maupun AD / ART.
3.    Sebelum dilakukan pembekuan, diberikan peringatan terlebih dahulu dengan masa tenggang sekurang – kurangnya 30 ( tiga puluh ) hari.
4.    Setelah pembekuan, kepengurusan dipegang oleh pengurus yang setingkat lebih tinggi dan hanya untuk melaksanakan musyawarah guna memilih pengurus yang baru.
5.    Selambat – lambatnya dalam waktu 3 ( tiga ) bulan sudah harus diselenggarakan musyawarah guna memilih pengurus baru yang diselenggarakan pengurus setingkat lebih tinggi.
BAB VIII
PERGANTIAN PENGURUS

Pasal 18

1.    Pergantian pengurus dapat dilakukan sebelum masa bhaktinya berakhir apabila pengurus yang bersangkutan tidak dapat menunaikan kewajibannya sebagai pengurus.
2.    Tata cara pergantian pengurus sebagaimana di maksud dalam ayat (1) pasal ini akan diatur dalam peraturan organisasi yang dikeluarkan oleh BPP.


BAB IX
PERGANTIAN ANTAR WAKTU

Pasal 19

1.    Apabila terjadi lowongan jabatan dalam masa bhakti kepengurusan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, maka diisi oleh pejabat sementara yang ditetapkan dalam Rapat Pleno sampai diselenggarakannya MUBES, MUSWIL, MUSDA dan MUSCAB.
2.    Tata cara pengisian lowongan jabatan antar waktu diatur dalam peraturan organisasi yang dikeluarkan oleh BPP.

BAB X
PENGUKUHAN PENGURUS

Pasal 20

1.    Pengurus Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan sebelum memulai tugasnya dikukuhkan oleh pengurus KKSS setingkat di atasnya.
2.    Pengukuhan Pengurus Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan dilakukan didepan sidang yang melakukan pemilihan atau ditetapkan di acara lain.
3.    Tata cara pengukuhan pengurus diatur tersendiri melalui peraturan yang dikeluarkan oleh BPP
4.    Naskah pengukuhan pengurus diatur dalam peraturan organisasi yang dikeluarkan oleh BPP KKSS.

BAB XI
DEWAN PENYANTUN

Pasal 21

1.    Di tingkat BPP dibentuk Dewan Penyatun yang anggota – anggotanya diangkat oleh BPP sesuai dengan kebutuhan.
2.    Anggota Dewan Penyatun diangkat dari pejabat fungsional atau dari tokoh – tokoh masyarakat di tingkat BPP.
3.    Anggota Dewan Penyatun berhak memberikan pengayoman, bantuan bersifat moril dan materil kepada organisasi baik diminta maupun tidak di minta.

BAB XII
DEWAN PENASEHAT

Pasal 22

1.    Di tingkat BPP, BPW dan BPD dibentuk DEwan Penasehat yang anggota – anggotanya diangkat oleh BPP, BPW, dan BPD sesuai kebutuhan.
2.    Anggota Dewan Penasehat diangkat dari mantan Pengurus Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan dan Tokoh – tokoh Masyarakat di lingkungan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.
3.    Dewan Penasehat merupakan badan yang berhak memberikan pertimbangan, saran, nasehat, baik diminta maupun tidak, baik secara perorangan maupun kolektif sesuai dengan tingkat kepengurusan masing – masing.
4.    Dewan Penasehat dapat memberikan bantuan bersifat moril dan materil kepada organisasi  baik diminta maupun tidak diminta.


BAB XIII
DEWAN KEHORMATAN

Pasal 23

1.    ditingkat BPD, BPC, dan BPCLN dibentuk Dewan Kehormatan yang anggota – anggotanya diangkat oleh BPD, BPC dan BPCLN sesuai kebutuhan.
2.    Anggota Dewan Kehormatan diangkat dari pejabat fungsional atau tokoh – tokoh masyarakat di tingkat BPD, BPC & BPCLN.

BAB XIV
DEWAN PEMBINA

Pasal 24

1.    Di tingkat BPP, BPW dan BPD dibentuk Dewan Pembina yang anggota – anggotanya diangkat oleh BPP, BPW, dan BPD sesuai kebutuhan.
2.    Anggota Dewan Pembina diangkat dari mantan pengurus Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan dan Tokoh – Tokoh Masyarakat di lingkungan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.
3.    Dewan Pembina merupakan badan yang berhak memberikan pertimbangan, saran, nasehat, baik diminta maupun tidak, baik secara perorangan maupun kolektif sesuai dengan tingkat kepengurusan masing – masing.
4.    Dewan Pembina dapat memberikan bantuan bersifat moril dan materil kepada organisasi baik diminta maupun tidak diminta.





BAB XV
DEWAN PAKAR

Pasal 25

1.    Di tingkat BPP / BPW dan BPD dibentuk Dewan Pakar dan Anggota – anggotanya diangkat oleh BPP / BPW dan BPD sesuai kebutuhan.
2.    Anggota Dewan Pakar diangkat dari Pejabat Fungsional dan Akademisi / Ilmuwan dan tokoh – tokoh masyarakat yang ada di lingkungan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.
3.    Dewan Pakar merupakan Badan yang berhak memberikan pertimbangan, saran, nasehat, baik diminta maupun tidak, baik secara perorangan maupun kolektif sesuai dengan tingkat kepengurusan masing – masing.
4.    Dewan Pakar dapat memberikan bantuan bersifat moril dan materiil kepada organisasi baik diminta maupun tidak diminta.

BAB XVI
MUSYAWARAH DAN RAPAT

Pasal 26

1.    Forum permusyawarahan untuk pengambilan keputusan organisasi meliputi : MUBES, MUBESLUB, MUKERNAS, MUSWIL, MUKERWIL, MUSDA, MUKERDA, MUSCAB dan MUKERCAB.
2.    Rapat untuk pengambilan keputusan organisasi, meliputi : Rapat Pleno, Rapat Pengurus Harian dan Rapat Khusus.

Pasal 27
Musyawarah Besar

1.    Musyawarah Besar ( MUBES ) sebagai permusyawaratan dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam organisasi diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2.    MUBES diselenggarakan untuk :
a.    Menilai pertanggung jawaban BPP.
b.    Menetapkan program umum organisasi.
c.    Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
d.    Merumuskan kebijaksanaan organisasi berkaitan dengan kehidupan kebangsaan dan kemasyarakatan.
e.    Memilih Formatur untuk memilih Ketua Umum. Selanjutnya Ketua Umum terpilih menyusun kepengurusan BPP selambat – lambatnya 1 ( satu ) bulan setelah MUBES.
f.    Menetapkan keputusan – keputusan lainnya.
3.    MUBES diselenggarakan oleh BPP.
4.    Dalam keadaan tertentu dapat diadakan MUBES Luar Biasa yang diadakan sewaktu – waktu atas penetapan pengurus pusat atau atas permintaan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah BPD yang sah yang meliputi separuh lebih satu jumlah BPW.
5.    MUBES dihadiri oleh :
a.    BPP.
b.    BPW.
c.    BPD.
d.    Organisasi Pilar Tingkat Pusat.
e.    Organisasi Otonom Tingkat Pusat.
f.    Undangan BPP.
6.    Jadwal Acara, Tata Tertib MUBES dan Tata Cara Pemilihan Ketua Umum ditetapkan oleh BPP dengan pengesahan MUBES.


Pasal 28
Musyawarah Kerja Nasional

1.    Musyawarah Kerja Nasional ( MUKERNAS ) diadakan paling sedikit 1 ( satu ) kali dalam satu periode kepengurusan BPP, dan dalam keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu – waktu atas penetapan BPP atau atas permintaan paling sedikit separuh ( ½ ) lebih ( 1 ) dari jumlah BPW yang sah.
2.    MUKERNAS diadakan dan dipimpin oleh BPP.
3.    MUKERNAS diadakan untuk :
a.    Merumuskan penjabaran program kerja BPP KKSS.
b.    Melakukan penilaian atas pelaksanaan program kerja BPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.
c.    Membicarakan masalah – masalah penting yang dianggap perlu.
d.    Merumuskan materi yang dipersiapkan sebagai bahan MUBES.
4.    MUKERNAS dihadiri oleh :
a.    Badan Pengurus Pusat.
b.    Badan Pengurus Wilayah.
c.    Undangan yang telah ditetapkan BPP.

Pasal 29
Musyawarah Wilayah

1.    Musyawarah Wilayah ( MUSWIL ) sebagai permusyawaratan dan pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat Provinsi dan Daerah Istimewa dalam organisasi diselenggarakan sekali dalam 5 ( lima ) tahun.
2.    MUSWIL diselenggarakan untuk :
a.    Menilai pertanggung jawaban BPW.
b.    Menetapkan program kerja BPW.
c.    Memilih Pengurus BPW.
d.    Menetapkan keputusan – keputusan lainnya.
3.    MUSWIL diadakan dan dipimpin oleh BPW.
4.    Dalam keadaan tertentu dapat diadakan MUSWIL Luar Biasa yang diadakan sewaktu – waktu atas penetapan pengurus wilayah atau atas permintaan paling sedikit 2/3 ( duapertiga ) dari jumlah BPD yang sah.
5.    MUSWIL dihadiri oleh :
a.    BPW.
b.    BPD.
c.    Organisasi Otonom Tingkat Wilayah.
d.    Organisasi Pilar Tingkat Kabupaten / Kota.
6.    Acara, tata tertib MUSWIL dan tata cara pemilihan pengurus ditetapkan oleh BPW dengan pengesahan MUSWIL.

Pasal 30
Musyawarah Kerja Wilayah

1.    Musyawarah Kerja Wilayah ( MUKERWIL ) diadakan paling sedikit 1 ( satu ) kali dalam satu periode kepengurusan BPW, dan dalam keadaan tertentu dapat diadakan sewaktu – waktu atas penetapan BPW atau atas permintaan paling sedikit ½  ( separuh ) lebih 1 ( satu ) dari jumlah BPD yang sah.
2.    MUKERWIL diadakan dan dipimpin oleh BPW.
3.    MUKERWIL diadakan untuk :
a.    Merumuskan penjabaran program kerja BPW Kerukunan Kelurga Sulawesi Selatan.
b.    Melakukan penilaian atas pelaksanaan program kerja BPW Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.
c.    Membicarakan masalah – masalah yang dianggap penting.
d.    Merumuskan materi yang dipersiapkan sebagai bahan MUSWIL.
4.    MUKERWIL dihadiri oleh :
a.    BPW.
b.    BPD.
c.    Organisasi Otonom Tingkat Wilayah.
d.    Organisasi Pilar Tingkat Wilayah.

Pasal 31
Musyawarah Daerah

1.    Musyawarah Daerah ( MUSDA ) sebagai permusyawaratan dan pemegang kekuasaan tertnggi di tingkat Kabupaten / Kota dalam organisasi dan diselenggarakan sekali dalam 5 ( lima ) tahun.
2.    Musyawarah Daerah diselenggarakan untuk :
a.    Menilai Pertanggungjawaban BPD.
b.    Menetapkan Program Kerja BPD.
c.    Memilih Pengurus BPD.
d.    Menetapkan kepengurusan lainnya.
3.    Musyawarah Daerah diadakan dan dipimpin oleh BPD.
4.    Dalam keadaan tertentu Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat diadakan sewaktu – waktu atas penetapan BPD atau permintaan paling sedikit 2/3 dari jumlah BPC.
5.    Musyawarah Daerah dihadiri oleh :
a.    BPD.
b.    BPC.
c.    Organisasi Otonom Tingkat Kabupaten / Kota.
d.    Organisasi Pilar Tingkat Kabupaten / Kota.
6.    Susunan Acara, Tata Tertib MUSDA dan Tata Cara Pemilihan akan diatur oleh BPD dengan pengesahan Musda.

Pasal 32
Musyawarah Kerja Daerah

1.    Musyawarah Kerja Daerah ( MUKERDA ) diadakan paling sedikit  1 ( satu ) kali dalam satu periode kepengurusan BPD, dan dalam keadaan tertentu dapat diadakan MUKERDA sewaktu – waktu atas penetapan BPD atau atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah BPC yang sah.
2.    MUKERDA diadakan dan dipimpin oleh BPD.
3.    MUKERDA diadakan untuk :
a.    Merumuskan penjabaran program kerja BPD KKSS.
b.    Melakukan penilaian atas pelaksanaan program kerja BPD KKSS.
c.    Membicarakan masalah – masalah yang dianggap penting.
d.    Merumuskan materi yang dipersiapkan sebagai bahan MUSDA.
4.    MUKERDA dihadiri oleh :
a.    BPD.
b.    BPC.
c.    Organisasi Otonom Tingkat Kabupaten / Kota.
d.    Organisasi Pilar Tingkat Kabupaten Kota.

Pasal 33
Musyawarah Kerja Cabang

1.    Musyawarah Kerja Cabang ( MUKERCAB ) diadakan paling sedikit 1 ( satu ) kali dalam satu periode kepengurusan BPC, dan dalam keadaan tertentu dapat diadakan Mukercab sewaktu – waktu atas penetapan BPD atau atas permintaan paling sedikit separuh lebih  dari jumlah BPC yang sah.
2.    MUKERCAB diadakan dan dipimpin oleh BPC.
3.    MUKERCAB diadakan untuk :
a.    Merumuskan penjabaran program kerja BPC KKSS.
b.    Melakukan penilaian atas pelaksanaan program kerja BPC KKSS.
c.    Membicarakan Masalah – masalah yang dianggap penting.
d.    Merumuskan materi yang dipersiapkan sebagai bahan MUSCAB.
4.    MUKERDA dihadiri oleh :
a.    BPC.
b.    Anggota.
c.    Undangan.

Pasal 34
Rapat – Rapat

1.    Rapat PLENO adalah rapat yang diadakan dan dihadiri oleh seluruh pengurus.
2.    Rapat Harian adalah rapat yang diadakan dan dihadiri oleh Pengurus Harian.
3.    Rapat Departemen adalah rapat yang diadakan dan dihadiri oleh Anggota Departemen.
4.    Rapat Kepanitiaan adalah rapat yang diadakan dan dihadiri oleh panitia kegiatan tertentu yang di SK-kan oleh Pengurus.
5.    Rapat Koordinasi adalah rapat yang diselenggarakan antar tingkat kepengurusan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan membahas hal kegiatan dalam program tertentu di lingkungan Keluarga Sulawesi Selatan.
6.    Rapat Khusus adalah rapat yang diadakan khusus untuk membicarakan hal – hal tertentu yang dipandang penting dan mendesak yang dihadiri oleh pengurus / orang terbatas / tertentu.

BAB XVII
KUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 35

1.    Kourum Musyawarah dan Rapat – rapat sebagai berikut :
a.    MUBES dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang – kurangnya ½ ( seperdua ) lebih satu dari peserta MUBES yang memiliki hak suara.
b.    MUKERNAS dianggap sah apabila dihadiri oleh ½ ( seperdua ) lebih satu dari jumlah BPW yang sah.
c.    MUSWIL dianggap sah apabila dihadiri oleh ½ ( seperdua ) lebih satu dari utusan BPD yang sah.
d.    MUKERWIL dianggap sah apabila dihadiri oleh ½ ( seperdua ) lebih satu dari jumlah BPD yang sah.
e.    MUSDA dianggap sah apabila dihadiri oleh ½ ( seperdua ) lebih satu dari jumlah BPC yang sah.
f.    MUKERDA dianggap sah apabila dihadiri oleh ½ ( seperdua ) lebih satu dari jumlah BPC yang sah.
g.    Rapat Pleno dan Rapat Harian Pengurus KKSS dianggap sah apabila dihadiri oleh ½ ( seperdua ) lebih satu dari jumlah anggota / pengurus.

Pasal 36
Pengambilan Keputusan

1.    Setiap pengambilan keputusan diutamakan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
2.    Apabila secara musyawarah untuk mufakat tidaj dicapai kemufakatan atau kesepakatan, maka dilakukan pemungutan suara / voting.

Pasal 37
Ketentuan Mengenai Suara

1.    Hak Suara diatur sebagai berikut :
a.    Dalam MUBES / MUBESLUB, MUKERNAS, MUSWIL, MUKERWIL, MUSDA, MUKERDA dan Rapat – rapat yang memiliki suara ialah anggota yang diwakili oleh Pengurus yang mendapatkan mandate.
b.    Dalam MUBES yang memiliki suara adalah :
-    BPW 1 ( satu ) suara.
-    BPD 1 ( satu ) suara.
-    Organisasi Otonom Tingkat Pusat 1 ( satu ) suara.
-    Organisasi Pilar Tingkat Pusat 1 ( satu ) suara.
c.    Dalam MUSWIL yang memiliki suara adalah :
-    BPD 1 ( satu ) suara.
-    Organisasi Otonom Tingkat Wilayah 1 ( satu ) suara.
-    Organisasi Pilar Tingkat Wilayah 1 ( satu ) suara.
d.    Dalam MUSDA yang memiliki suara adalah :
-    BPC 1 ( satu ) suara.
-    Organisasi Otonom Tingkat Daerah 1 ( satu ) suara.
-    Organisasi Pilar Tingkat Daerah 1 ( satu ) suara.
e.    Dalam MUSCAB yang memiliki suara adalah :
-    Organisasi Otonom Tingkat Cabang 1 ( satu ) suara.
-    Organisasi Pilar Tingkat Cabang 1 ( satu ) suara.
2.    Apabila dilakukan pemungutan suara maka keputusan diambil berdasarkan ketentuan sebagai berikut :
a.    Untuk penetapan AD dan ART sekurang – kurangnya disetujui oleh 2/3 ( duapertiga ) dari jumlah suara yang hadir.
b.    Untuk keputusan tentang pembubaran organisasi sekurang – kurangnya disetujui oleh ¾ ( tigaperempat ) dari jumlah suara yang hadir.
c.    Untuk keputusan lainnya selain yang dimaksud pada huruf a dan b ayat ini, disetujui oleh suara terbanyak ( mayoritas ).






BAB XVIII
PERUBAHAN AD / ART

Pasal 38

1.    Untuk perubahan AD dan ART harus disampaikan kepada BPP secara tertulis disertai keterangan – keterangan yang jelas dan lengkap dengan alasan dan pertimbangan yang rasional.
2.    Setelah menerima usulan tersebut, BPP mengadakan Rapat Pengurus Harian untuk membahas usulan perubahan tersebut.
3.    Apabila dianggap perlu, BPP dapat membentuk Tim Perumus yang dapat membantu BPP untuk membahas dan merumuskan usulan perubahan tersebut.
4.    Apabila rapat Pengurus Harian BPP dapat menyetujui usulan perubahan tersebut baik secara keseluruhan maupun sebagian, maka BPP menyampaikan rancangan perubahan AD dan ART tersebut kepada MUBES atau MUBESLUB untuk dibahas, disetujui dan disahkan.
5.    Hasil perumusan usulan perubahan AD dan ART tersebut agar dikirimkan kepada BPW, B

Kamis, 28 Februari 2013

Biografi Sultan Hasanuddin


Biografi Sultan Hasanuddin - Ayam Jantan Dari Timur

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. dia diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655).

Sementara itu belanda memberinya gelar de Haav van de Oesten alias Ayam Jantan dari Timur karena kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Kolonial belanda. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.

Reruntuhan benteng Somba Opu Makassar

Peperangan antara VOC dan Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dimulai pada tahun 1660. Saat itu Belanda dibantu oleh Kerajaan Bone yang merupakan kerajaan taklukan dari Kerajaan Gowa. Pada peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas tetapi Aru Palaka berhasil meloloskan diri dan perang tersebut berakhir dengan perdamaian. Akan tetapi, perjanjian dama tersebut tidak berlangsung lama karena Sultan Hasanuddin yang merasa dirugikan kemudian menyerang dan merompak dua kapal Belanda , yaitu de Walvis dan Leeuwin. Belanda pun marah besar.



Makam Sultan Hasanuddin
Lalu Belanda mengirimkan armada perangnya yang besar yang dipimpin oleh Cornelis Speelman. Aru palaka, penguasa Kerajaan Bone juga ikut menyerang Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin akhirnya terdesak dan akhirnya sepakat untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Pada tanggal 12 April 1668, Sultan Hasanuddin kembali melakukan serangan terhadap Belanda. Namun karena Belanda sudah kuat maka Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa berhasil dikuasai Belanda. Hingga akhir hidupnya, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Untuk Menghormati jasa-jasanya, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya dengan SK Presiden Ri No 087/TK/1973.


Referensi :  Biografi & Profil Tokoh-tokoh Dunia

Mengenal Rumah Bugis

Rumah Bugis
MENGENAL RUMAH ADAT KHAS BUGIS
Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagian depan [ orang bugis menyebutnya lego - lego ].
Bagaimana sebenarnya arsitektur dari rumah panggung khas bugis ini ?. Berikut adalah bagian – bagiannya utamanya :
1. Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri.
2. Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.
3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliri paling tengah tiap barisnya.

Mengapa orang bugis suka dengan arsitektur rumah yang memiliki kolong ? Konon, orang bugis, jauh sebelum islam masuk ke tanah bugis ( tana ugi’ ), orang bugis memiliki kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3 bagian, bagian atas ( botting langi ), bagian tengah ( alang tengnga ) dan bagian bawagh ( paratiwi ). Mungkin itulah yang mengilhami orang bugis ( terutama yang tinggal di kampung, seperti diriku ) lebih suka dengan arsitektur rumah yang tinggi. Mengapa saya suka ? karena saya orang bugis… hehehe..  . Sebenarnya bukan karena itu, tetapi lebih kepada faktor keamanan dan kenyamanan. Aman, karena ular tidak dapat naik ke atas ( rumahku di kampung tingginya 2 meter dari tanah ). Nyaman, karena angin bertiup sepoi-sepoi, meskipun udara panas.. Wong rumahnya tinggi, hehehe
Bagian – bagian dari rumah bugis ini sebagai berikut :
1. Rakkeang, adalah bagian diatas langit – langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.
2. Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ).
3. Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah.
Yang lebih menarik sebenarnya dari rumah bugis ini adalah bahwa rumah ini dapat berdiri bahkan tanpa perlu satu paku pun. Semuanya murni menggunakan kayu. Dan uniknya lagi adalah rumah ini dapat di angkat / dipindah.. simple kan. 
Referensi: Portal Bugis.com

Warisan


Warisan Pusaka Kerajaan Di Musium Lagaligo

Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng ada sebagian kerajaan-kerajaan besar yang mempunyai warisan pusaka yang tak ternilai Harganya. dalam sebuah musium tua disebuah sudut Makassar yakni Di Dalam Benteng Rotherdam sebuah gedung yang sederhana dengan Title papan nama yang masih terlihat kokoh yakni Musium Lagaligo. yang dimana menyimpan kekayaan-kekayaan budaya masyarakat bugis makassar klasik. akan tetapi musium ini sangat lah sepi akan pengunjung yang ingin mengetahui warisan budaya bugis makassar. Apa saja yang ada didalam musium ?. Pusaka Kerajaan Gowa, Pusaka Kerjaan Bone, Pusaka Kerajaan Luwu, Kitab Lontara, Kitab La Galigo, Perlengkapan Kerjaaan-kerajaan di sulawesi selatan. Dan Masih banyak Lagi yang menyangkut kebudayaan klasik bugis makassar. ingin melihatnya dengan Gambar

Sureq Galigo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari La Galigo)
Manuskrip Sureq Galigo dari abad ke-19
Sureq Galigo, atau Galigo, atau disebut juga La Galigo adalah sebuah epik mitos penciptaan dari peradaban Bugis di Sulawesi Selatan (sekarang bagian dari Republik Indonesia) yang ditulis di antara abad ke-13 dan ke-15 dalam bentuk puisi bahasa Bugis kuno, ditulis dalam huruf Lontara kuno Bugis. [1] Puisi ini terdiri dalam sajak bersuku lima dan selain menceritakan kisah asal-usul manusia, juga berfungsi sebagai almanak praktis sehari-hari. [1] [2]
Epik ini dalam masyarakat Bugis berkembang sebagian besar melalui tradisi lisan dan masih dinyanyikan pada kesempatan-kesempatan tradisional Bugis penting. Versi tertulis hikayat ini yang paling awal diawetkan pada abad ke-18, di mana versi-versi yang sebelumnya telah hilang akibat serangga, iklim atau perusakan. [1] Akibatnya, tidak ada versi Galigo yang pasti atau lengkap, namun bagian-bagian yang telah diawetkan berjumlah 6.000 halaman atau 300.000 baris teks, membuatnya menjadi salah satu karya sastra terbesar. [3]

Latar belakang dan usaha pelestarian

Ada dugaan pula bahwa epik ini mungkin lebih tua dan ditulis sebelum epik Mahabharata dari India. Isinya sebagian terbesar berbentuk puisi yang ditulis dalam bahasa Bugis kuno. Epik ini mengisahkan tentang Sawerigading, seorang pahlawan yang gagah berani dan juga perantau.
La Galigo bukanlah teks sejarah karena isinya penuh dengan mitos dan peristiwa-peristiwa luar biasa. Namun demikian, epik ini tetap memberikan gambaran kepada sejarawan mengenai kebudayaan Bugis sebelum abad ke-14.
Versi bahasa Bugis asli Galigo sekarang hanya dipahami oleh kurang dari 100 orang. [3] Sejauh ini Galigo hanya dapat dibaca dalam versi bahasa Bugis aslinya. Hanya sebagian saja dari Galigo yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan tidak ada versi lengkapnya dalam bahasa Inggris yang tersedia. [1] Sebagian manuskrip La Galigo dapat ditemui di perpustakaan-perpustakaan di Eropa, terutama di Perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal- Land- en Volkenkunde Leiden di Belanda. Terdapat juga 600 muka surat tentang epik ini di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, dan jumlah muka surat yang tersimpan di Eropa dan di yayasan ini adalah 6000, tidak termasuk simpanan pribadi pemilik lain.
Hikayat La Galigo telah menjadi dikenal di khalayak internasional secara luas setelah diadaptasi dalam pertunjukan teater I La Galigo oleh Robert Wilson, sutradara asal Amerika Serikat, yang mulai dipertunjukkan secara internasional sejak tahun 2004.

Isi hikayat La Galigo

Epik ini dimulai dengan penciptaan dunia. Ketika dunia ini kosong (merujuk kepada Sulawesi Selatan), Raja Di Langit, La Patiganna, mengadakan suatu musyawarah keluarga dari beberapa kerajaan termasuk Senrijawa dan Peretiwi dari alam gaib dan membuat keputusan untuk melantik anak lelakinya yang tertua, La Toge' langi' menjadi Raja Alekawa (Bumi) dan memakai gelar Batara Guru. La Toge' langi' kemudian menikah dengan sepupunya We Nyili'timo', anak dari Guru ri Selleng, Raja alam gaib. Tetapi sebelum Batara Guru dinobatkan sebagai raja di bumi, ia harus melalui suatu masa ujian selama 40 hari, 40 malam. Tidak lama sesudah itu ia turun ke bumi, yaitu di Ussu', sebuah daerah di Luwu', sekarang wilaya Luwu Timur dan terletak di Teluk Bone.
Batara Guru kemudian digantikan oleh anaknya, La Tiuleng yang memakai gelar Batara Lattu'. Ia kemudian mendapatkan dua orang anak kembar yaitu Lawe atau La Ma'dukelleng atau Sawerigading (Putera Ware') dan seorang anak perempuan bernama We Tenriyabeng. Kedua anak kembar itu tidak dibesarkan bersama-sama. Sawerigading ingin menikahi We Tenriyabeng karena ia tidak tahu bahwa ia masih mempunyai hubungan darah dengannya. Ketika ia mengetahui hal itu, ia pun meninggalkan Luwu' dan bersumpah tidak akan kembali lagi. Dalam perjalannya ke Kerajaan Tiongkok, ia mengalahkan beberapa pahlawan termasuklah pemerintah Jawa Wolio yaitu Setia Bonga. Sesampainya di Tiongkok, ia menikah dengan putri Tiongkok, yaitu We Cudai.
Sawerigading digambarkan sebagai seorang kapten kapal yang perkasa dan tempat-tempat yang dikunjunginya antara lain adalah Taranate (Ternate di Maluku), Gima (diduga Bima atau Sumbawa), Jawa Rilau' dan Jawa Ritengnga, Jawa Timur dan Tengah), Sunra Rilau' dan Sunra Riaja (kemungkinan Sunda Timur dan Sunda Barat) dan Melaka. Ia juga dikisahkan melawat surga dan alam gaib. Pengikut-pengikut Sawerigading terdiri dari saudara-maranya dari pelbagai rantau dan rombongannya selalu didahului oleh kehadiran tamu-tamu yang aneh-aneh seperti orang bunian, orang berkulit hitam dan orang yang dadanya berbulu.
Sawerigading adalah ayah I La Galigo (yang bergelar Datunna Kelling). I La Galigo, juga seperti ayahnya, adalah seorang kapten kapal, seorang perantau, pahlawan mahir dan perwira yang tiada bandingnya. Ia mempunyai empat orang istri yang berasal dari pelbagai negeri. Seperti ayahnya pula, I La Galigo tidak pernah menjadi raja.
Anak lelaki I La Galigo yaitu La Tenritatta' adalah yang terakhir di dalam epik itu yang dinobatkan di Luwu'.
Isi epik ini merujuk ke masa ketika orang Bugis bermukim di pesisir pantai Sulawesi. Hal ini dibuktikan dengan bentuk setiap kerajaan ketika itu. Pemukiman awal ketika itu berpusat di muara sungai dimana kapal-kapal besar boleh melabuh dan pusat pemerintah terletak berdekatan dengan muara. Pusat pemerintahannya terdiri dari istana dan rumah-rumah para bangsawan. Berdekatan dengan istana terdapat Rumah Dewan (Baruga) yang berfungsi sebagai tempat bermusyawarah dan tempat menyambut pedagang-pedagang asing. Kehadiran pedagang-pedagang asing sangat disambut di kerajaan Bugis ketika itu. Setelah membayar cukai, barulah pedagang-pedagang asing itu boleh berniaga. Pemerintah selalu berhak berdagang dengan mereka menggunakan sistem barter, diikuti golongan bangsawan dan kemudian rakyat jelata. Hubungan antara kerajaan adalah melalui jalan laut dan golongan muda bangsawan selalu dianjurkan untuk merantau sejauh yang mungkin sebelum mereka diberikan tanggung jawab. Sawerigading digambarkan sebagai model mereka.

La Galigo di Sulawesi Tengah

Nama Sawerigading I La Galigo cukup terkenal di Sulawesi Tengah. Hal ini membuktikan bahwa kawsan ini mungkin pernah diperintah oleh kerajaan purba Bugis yaitu Luwu'.
Sawerigading dan anaknya I La Galigo bersama dengan anjing peliharaanya, Buri, pernah merantau mengunjungi lembah Palu yang terletak di pantai barat Sulawesi. Buri, yang digambarkan sebagai seekor binatang yang garang, dikatakan berhasil membuat mundur laut ketika I La Galigo bertengkar dengan Nili Nayo, seorang Ratu Sigi. Akhirnya, lautan berdekatan dengan Loli di Teluk Palu menjadi sebuah danau iaitu Tasi' Buri' (Tasik Buri).
Berdekatan dengan Donggala pula, terdapat suatu kisah mengenai Sawerigading. Bunga Manila, seorang ratu Makubakulu mengajak Sawerigading bertarung ayam. Akan tetapi, ayam Sawerigading kalah dan ini menyebabkan tercetusnya peperangan. Bunga Manila kemudian meminta pertolongan kakaknya yang berada di Luwu'. Sesampainya tentara Luwu', kakak Bunga Manila mengumumkan bahwa Bunga Manila dan Sawerigading adalah bersaudara dan hal ini mengakhiri peperangan antara mereka berdua. Betapapun juga, Bunga Manila masih menaruh dendam dan karena itu ia menyuruh anjingnya, Buri (anjing hitam), untuk mengikuti Sawerigading. Anjing itu menyalak tanpa henti dan ini menyebabkan semua tempat mereka kunjungi menjadi daratan.
Kisah lain yang terdapat di Donggala ialah tentang I La Galigo yang terlibat dalam adu ayam dengan orang Tawali. Di Biromaru, ia mengadu ayam dengan Ngginaye atau Nili Nayo. Ayam Nili Nayo dinamakan Calabae sementara lawannya adalah Baka Cimpolo. Ayam I La Galigo kalah dalam pertarungan itu. Kemudian I La Galigo meminta pertolongan dari ayahnya, Sawerigading. Sesampainya Sawerigading, ia mendapati bahwa Nili Nayo adalah bersaudara dengan I La Galigo, karena Raja Sigi dan Ganti adalah sekeluarga.
Di Sakidi Selatan pula, watak Sawerigading dan I La Galigo adalah seorang pencetus tamadun dan inovasi.

La Galigo di Sulawesi Tenggara

Ratu Wolio pertama di Butung (Butuni atau Buton) di gelar Wakaka, dimana mengikut lagenda muncul dari buluh (bambu gading). Terdapat juga kisah lain yang menceritakan bahwa Ratu Wolio adalah bersaudara dengan Sawerigading. Satu lagi kisah yang berbeda yaitu Sawerigading sering ke Wolio melawat Wakaka. Ia tiba dengan kapalnya yang digelar Halmahera dan berlabuh di Teluk Malaoge di Lasalimu.
Di Pulau Muna yang berdekatan, pemerintahnya mengaku bahwa ia adalah keturunan Sawerigading atau kembarnya We Tenriyabeng. Pemerintah pertama Muna yaitu Belamo Netombule juga dikenali sebagai Zulzaman adalah keturunan Sawerigading. Terdapat juga kisah lain yang mengatakan bahwa pemerintah pertama berasal dari Jawa, kemungkinan dari Majapahit. Permaisurinya bernama Tendiabe. Nama ini mirip dengan nama We Tenyirabeng, nama yang di dalam kisah La Galigo, yang menikah dengan Remmangrilangi', artinya, 'Yang tinggal di surga'. Ada kemungkinan Tendiabe adalah keturunan We Tenyirabeng. Pemerintah kedua, entah anak kepada Belamo Netombule atau Tendiabe atau kedua-duanya, bernama La Patola Kagua Bangkeno Fotu.
Sementara nama-nama bagi pemerintah awal di Sulawesi Tenggara adalah mirip dengan nama-nama di Tompoktikka, seperti yang tercatat di dalam La Galigo. Contohnya Baubesi (La Galigo: Urempessi). Antara lainnya ialah Satia Bonga, pemerintah Wolio(La Galigo: Setia Bonga).

La Galigo di Gorontalo

Legenda Sawerigading dan kembarnya, Rawe, adalah berkait rapat dengan pembangunan beberapa negeri di kawasan ini. Mengikut legenda dari kawasan ini, Sarigade, putera Raja Luwu' dari negeri Bugis melawat kembarnya yang telah hidup berasingan dengan orangtuanya. Sarigade datang dengan beberapa armada dan melabuh di Tanjung Bayolamilate yang terletak di negeri Padengo. Sarigade mendapat tahu bahwa kembarnya telah menikah dengan raja negeri itu yaitu Hulontalangi. Karena itu bersama-sama dengan kakak iparnya, ia setuju untuk menyerang beberapa negeri sekitar Teluk Tomini dan membagi-bagikan kawasan-kawasan itu. Serigade memimpin pasukan berkeris sementara Hulontalangi memimpin pasukan yang menggunakan kelewang. Setelah itu, Sarigade berangkat ke Tiongkok untuk mencari seorang gadis yang cantik dikatakan mirip dengan saudara kembarnya. Setelah berjumpa, ia langsung menikahinya.
Terdapat juga kisah lain yang menceritakan tentang pertemuan Sawerigading dengan Rawe. Suatu hari, Raja Matoladula melihat seorang gadis asing di rumah Wadibuhu, pemerintah Padengo. Matoladula kemudian menikahi gadis itu dan akhirnya menyadari bahwa gadis itu adalah Rawe dari kerajaan Bugis Luwu'. Rawe kemudiannya menggelar Matoladula dengan gelar Lasandenpapang.

La Galigo di Malaysia dan Riau

Kisah Sawerigading cukup terkenal di kalangan keturunan Bugis dan Makasar di Malaysia. Kisah ini dibawa sendiri oleh orang-orang Bugis yang bermigrasi ke Malaysia. Terdapat juga unusur Melayu dan Arab diserap sama.
Pada abad ke-15, Melaka di bawah pemerintahan Sultan Mansur Syah diserang oleh 'Keraing Semerluki' dari Makassar. Semerluki yang disebut ini berkemungkinan adalah Karaeng Tunilabu ri Suriwa, putera pertama kerajaan Tallo', dimana nama sebenarnya ialah Sumange'rukka' dan beliau berniat untuk menyerang Melaka, Banda dan Manggarai.
Perhubungan yang jelas muncul selepas abad ke-15. Pada tahun 1667, Belanda memaksa pemerintah Goa untuk mengaku kalah dengan menandatangani Perjanjian Bungaya. Dalam perjuangan ini,Goa dibantu oleh Arung Matoa dari Wajo'. Pada tahun berikutnya, kubu Tosora dimusnahkan oleh Belanda dan sekutunya La Tenritta' Arung Palakka dari Bone. Hal ini menyebabkan banyak orang Bugis dan Makassar bermigrasi ke tempat lain. Contohnya, serombongan orang Bugis tiba di Selangor di bawah pimpinan Daeng Lakani. Pada tahun 1681, sebanyak 150 orang Bugis menetap di Kedah. Manakala sekitar abad ke-18, Daeng Matokko' dari Peneki, sebuah daerah di Wajo', menetap di Johor. Sekitar 1714 dan 1716, adiknya, La Ma'dukelleng, juga ke Johor. La Ma'dukelleng juga diberi gelar sebagai pemimpin bajak laut oleh Belanda.
Keturunan Opu Tenriburong memainkan peranan penting dimana mereka bermukim di Kuala Selangor dan Klang keturunan ini juga turut dinobatkan sebagai Sultan Selangor dan Sultan Johor. Malahan, kelima-lima anak Opu Tenriburong memainkan peranan yang penting dalam sejarah di kawasan ini. Daeng Merewah menjadi Yang Dipertuan Riau, Daeng Parani menikah dengan puteri-puteri Johor, Kedah dan Selangor dan juga ayanhanda kepada Opu Daeng Kamboja (Yang Dipertuan Riau ketiga), Opu Daeng Manambung (menjadi Sultan Mempawah dan Matan), Opu Daeng Cella' (menikah dengan Sultan Sambas dan keturunannya menjadi raja di sana).
Pada abad ke-19, sebuah teks Melayu yaitu Tuhfat al-Nafis mengandung cerita-cerita seperti di dalam La Galigo. Walaubagaimanapun, terdapat perubahan-perubahan dalam Tuhfat al-Nafis seperti permulaan cerita adalah berasal dari Puteri Balkis, Permaisuri Sheba dan tiada cerita mengenai turunnya keturunan dari langit seperti yang terdapat di dalm La Galigo. Anak perempuannya, Sitti Mallangke', menjadi Ratu Selangi, sempena nama purba bagi pulau Sulawesi dan menikah dengan Datu Luwu'. Kisah ini tidak terdapat dalam La Galigo. Namun demikian, anaknya, yaitu Datu Palinge' kemungkinan adalah orang yang sama dengan tokoh di dalam La Galigo.

La Galigo dalam seni pentas

La Galigo sudah diadaptasi ke dalam seni pentas oleh sutradara Robert Wilson setelah diadaptasi oleh Rhoda Grauer. Pertunjukan ini telah dipertunjukkan sejak tahun 2004 di Asia, Eropa, Australia dan Amerika Serikat.
Dalam bagian-bagian dari cerita yang dikisahkan, para aktor tidak saling berbicara tapi mengekspresikan diri mereka melalui tari dan gerak tubuh. Bagian cerita dinarasi oleh seorang narator dalam versi bahasa Bugis aslinya. Pertunjukan sepanjang tiga jam ini disertai dengan penggunaan ekstensif efek cahaya untuk karakteristik pekerjaan Wilson dan disertai pula oleh musik oleh ansambel panggung. [2] Pertunjukan ini menggunakan musik tradisional Sulawesi, namun sebenarnya telah disusun dan diproduksi oleh komponis Jawa Rahayu Supanggah setelah riset yang intensif di Sulawesi Selatan. [3][4]
Untuk menciptakan ekspresi dramatis yang lebih baik, instrumen Jawa dan Bali lainnya ditambahkan ke dalam lima instrumen Sulawesi tradisional aslinya, dan instrumen lain yang baru juga dibuat, sehingga akhirnya terdapat 70 instrumen yang dimainkan oleh 12 musisi. [4] Para pelaku produksi pentas ini terdiri dari 53 pemusik dan penari yang semuanya datang secara ekslusif dari Indonesia dan sebagian besar dari Sulawesi, serta salah satu dari sedikit pendeta tradisional bissu (pendeta non gender) Bugis, yang tersisa dari komunitas non gender Bugis, Puang Matoa Saidi yang menceritakan sebagian dari cerita. [1][3]